Aku berterima kasih pada hujan kala
itu yang menemukanku dengan dirinya,
berkat ia aku dapat merasakan
disayangi oleh seorang yang lelaki
seumur hidupnya. Bagaimana tidak aku
dapat mengatakan seperti itu dengan
kenyataan yang ada di hidupku kala
itu. Hujan deras mengguyur kota
kelahiranku, aku yang saat itu sedang
pulang sekolah merutuki nasib yang
menimpaku karena lupa untuk
mengecek cuaca hari ini dan tidak
membawa payung yang mengakibatkan
aku harus menunggu hujan reda untuk
pulang.
Tetapi aku perhatikan hujan bukan
malah mereda melainkan tambah
deras ditambah dengan awan putih
yang menghiasi langit, yang mana
menurut orang-orang terdahulu hujan
dengan langit yang berwarna putih
akan lama untuk redanya. Setelah
menunggu sekian lama tetapi hujannya
belum juga reda aku terpaksa harus
menerobos hujan yang sedikit deras
tas punggung yang ku miliki aku
jadikan sebagai tameng wajahku agar
air yang mengenai mataku tidak terlalu
banyak. Aku terus berlari sampai pada
halte, beruntung jarak antara halte
dengan sekolahku hanya 10 meter jadi
aku berlari sekuat tenaga agar cepat
sampai di halte.
Saat akan tiba di halte tak sengaja aku
menabrak bahu seseorang yang
menyebabkan barang yang dimiliki
seseorang tersebut jatuh, untungnya
barangnya yang jatuh tidak mengenai
genangan air yang berjarak kurang
lebih 5 cm dari jatuhnya benda
tersebut. Aku yang dilatih untuk
bertanggung jawab oleh ayah dan
ibuku aku membantu orang tersebut
untuk mengambil barangnya dan
meminta maaf kepadanya. Di saat aku
mendongakkan kepalaku untuk melihat
pemilik barang ini betapa tampannya
makhluk Tuhan yang bernamakan laki-
laki ini sehingga mampu membuatku
termenung dengan memandang wajah
tampannya itu.
Di saat aku sadar ada tangan yang
bergerak-gerak seolah menyadarkanku
untuk kembali pada kenyataan. Aku
yang sudah sadar akan hal yang aku
lakukan ini betapa malunya diriku ini
yang bengong hanya dikarenakan
makhluk yang bernamakan laki-laki itu.
Padahal aku itu orangnya tidak pernah
memikirkan makhluk tersebut.
Beruntung saat sadar dari lamunanku
tentangnya yang membuatku malu di
depannya tadi ada bus dan aku pun
langsung berlari masuk ke dalam bus.
Di dalam bus aku berpikir baru pertama
kalinya aku melihat orang setampan itu
dan kalau diingat-ingat baju yang
digunakan tadi merupakan seragam
sekolahku, tapi kalau ku pikir lagi aku
tidak pernah melihat orang tadi di
sekolah baik itu dia kelas 1 ataupun
kelas 3. Rata-rata aku tahu wajah-
wajah mereka walaupun tidak tahu
namanya, “Mungkin dia kurang tidak
pernah ke luar kelas,” kataku dalam
hai.
Keesokan harinya tak ku sangka begitu
turun dari bus aku tak sengaja
menginjak tali sepatuku yang
mengakibatkan tubuhku oleng dan
seseorang menarik tanganku agar aku
tidak mendarat dan mencium tanah.
Aku ingin mengucapkan terima kasih
banyak kepada orang itu, namun ketika
aku membalikkan badanku betapa
terkejutnya aku melihat makhluk
tampan Tuhan kemarin yang aku
tabrak di halte, “Hati-hati kalau jalan,”
katanya dengan nada lembut tapi
terkandung makna memerintah.
Setelah mengucapkan kata-kata
tersebut dia melenggang pergi berjalan
masuk ke dalam gedung sekolah aku
pun menyusul dan bertanya-tanya
tentang dirinya yang tak pernah
kelihatan di sekolah.
Apa kalian tahu jawaban yang
diucapkannya padaku, “Aku tak
sepopuler dirimu yang dikenali banyak
orang, makanya kamu nggak pernah
melihatku sekali pun aku di depanmu,
sudah ku jawab kan sekarang aku mau
pergi.” Setelah mendengar ucapannya
tak membuatku berhenti untuk
mengajaknya berbicara di sela-sela
perjalanan menuju kelas kami masing-
masing karena aku penasaran dengan
dia yang terkesan tertutup orangnya.
Tibalah dia yang ku rasa merupakan
kelasnya karena dia berhenti di depan
kelas tersebut, kemudian membalikkan
badannya menghadapku, “Sudah tahu
kan kelasku, sekarang ngapain kamu
masih di sini sana masuk kelasmu
sendiri!” perintahnya padaku, betapa
tercengangnya aku yang melihat
kelasnya ternyata merupakan sebelah
kelasku dan dia satu angkatanku yaitu
kelas 2. Aku yang tak mau dikira orang
aneh oleh siswa lainnya karena berdiri
sendiri dan menggumamkan kata-kata
yang tidak jelas, aku pun melesat
masuk ke dalam kelasku yang jaraknya
dapat dihitung dengan jari tangan.
Setelah istirahat aku pun masuk ke
dalam kelasnya kembali untuk
memastikan memang ini kelas dari
laki-laki tersebut, aku yang baru masuk
dapat melihat jelas orang yang duduk
di pojok belakang sedang membaca
buku.
“Dia tidak ada di dalam sini berarti tadi
dia membohongiku,” pikirku seraya
menengok ke kanan dan ke kiri untuk
melihat sosok laki-laki kemarin.
“Nyari siapa?” seru orang yang tengah
membaca buku aku yakin karena di
dalam kelas tersebut tidak ada murid
selain dia yang sibuk membaca buku,
karena aku tak melihat wajahnya aku
terkejut ternyata itu dia laki-laki itu
saat buku yang sedang dibacanya
diturunkan sehingga tidak menutupi
wajah tampannya itu.
“Ahh… ehh… itu aku nyari kamu,”
ucapku ragu.
“Ngapain nyari aku, ada urusan apa
sampai kamu nyari aku ke dalam kelas
ini? kamu nggak percaya kalau aku ini
kelas 2 dan aku merupakan murid
kelas 2-A yang kelasnya di sebalah
kamu tapi kamu tidak pernah melihat
aku di sekolah gitu?” tanyanya dengan
tepat berhasil membuatku malu,
karena tidak mengenali teman satu
angkatan yang parahnya lagi kelasnya
berada di samping kelasku 2-B. Aku
terdiam cukup lama karena aku tida
tahu harus ngomong apa lagi.
“Ngapain bengong? tebakanku benar
kan?”
“Engg… benar sih,” ucapku seraya
menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
Aku menggaruk tengkukku bukan
karena gatal melainkan menahan malu
karena tebakan lelaki tersebut selalu
tepat sasaran. “Ya sudah sekarang
sudah pastikan aku kelas ini, sekarang
kamu ngapain di situ nggak pergi ke
kantin sama teman-temanmu itu?”
ucapnya menunjuk temanku yang
berjalan melewati kelas yang aku
masuki sekarang.
“Nggak, kamu sendiri ngapain kamu di
sini, nggak ke kantin?” tanyaku
padanya.
“Emang kamu pernah lihat aku ada di
kantin nggak kan? nih aku bawa bekal
dari rumah jadi ya tak usah repot-repot
antre di kantin segala.” Ucapnya
sembari menunjukkan bekalnya
kepadaku. “Ohh.. gitu ya pantas aku
tak tahu ada kamu di sekolah ini
karena kamu tidak pernah keluar kelas
sih,” sindirku padanya.
“Kata siapa aku nggak pernah ke luar
aku sering ke luar kamunya aja yang
sok sibuk sama duniamu sendiri.”
Sindirnya balik. “Udah-udah kok malah
sindir-sindiran sih, nanti kapan
selesainya?” ucapku menyudahi acara
sindir-menyindir kami.
“Namaku..”
“Nabila Kumala Sari yang akrab disapa
dengan Bila oleh teman-temannya
yang merupakan anak kelas 2-B yang
cukup popular dikalangan siswa SMA
RAJAWALI ini.” Aku tercengang
dengan apa yang diucapkan barusan
karena dia memotong ucapanku saat
memperkenalkan namaku. Apa aku
sepopuler itu sampai sia tahu namaku
pikirku dalam hati.
“Tak usah kaget semua orang pasti
tahu namamu,” seolah dapat membaca
pikiranku dia menjawab pertanyaan
yang hanya ada dalam benakku yang
belum aku ucapkan.
“Lalu namamu sendiri siapa?” Tanyaku
padanya karena tak adil kan dia
mengetahui namaku tetapi aku tak
tahu namanya. “Namaku Rendy,”
ucapnya singkat seraya membuka
bekal makanannya. Saat itu pula aku
terkejut di dalam bekal tersebut hanya
ada nasi dan warna hijau yang
mendominasi di dalam bekalnya itu.
“Apa dia vegetarian ya?” tanyaku pada
diriku sendiri. Lagi dan lagi seolah dia
bisa mambaca pikiranku dia
menjawab. “Aku bukan vegetarian, aku
mengonsumsi ini karena sudah
keharusan, terkadang aku akan makan
daging atau ikan jika sudah waktunya,”
ucapnya seraya menyuapkan nasi
beserta sayuran mentah ke dalam
mulutnya. “Ngapain bengong ini, mau?”
ucapnya sembari menyodorkan kotak
bekalnya padaku. Aku yang tak mau
menyinggung perasaannya aku pun
menerimanya dan akhirnya kita berdua
makan di dalam kelasnya.
Hari demi hari aku dan Rendy semakin
dekat, karena kedekatan kami ini aku
dan dia dikira memiliki hubungan
spesial oleh teman-teman kami,
bagaimana tidak sejak saat pertama
kali aku masuk ke dalam kelasnya dan
makan bersama kebiasaan tersebut
sampai kelas tiga terus berlangsung.
Namun aku membawa bekalku sendiri
terkadang aku meminta bekalnya untuk
kita berbagi. Yang aku herankan dia
selalu membawa sayur untuk lauknya
dan hanya beberapa kali pada waktu
tertentu aku melihat dia membawa
lauk ikan atau daging. Tapi aku
percaya dia begitu karena dia memiliki
alasannya, dan aku sempat bertanya
namun dia hanya menjawab karena
keharusan, jawaban itu selalu ke luar
dari mulutnya saat aku bertanya
seperti itu padanya.
Waktu terus berjalan tak terasa
sekarang ujian kelulusan sudah mulai
dekat, dan akhir-akhir ini aku sering
melihat Rendy pucat terkadang saat
berjalan dia pernah seperti orang yang
mabuk jalannya sempoyongan dan
akhirnya pingsan. Aku yang melihat
langsung berlari ke arahnya untuk
menolongnya. Bukan hanya hal itu aku
juga jarang melihatnya masuk sekolah
akhir-akhir ini aku yang penasaran
dengan apa yang terjadi padanya. Saat
kami bertemu aku bertanya padanya
tentang apa yang terjadi tapi dia selalu
menjawab tidak ada apa-apa seperti
itu terus.
Hari ujian tinggal menghitung jari saja
namun dia masih saja sama wajah
pucat dan dia sering tidak masuk.
Saat-saat ujian tiba pada hari pertama
aku melihatnya mengikuti ujian dengan
wajah yang sudah sangat pucat dan
aku baru menyadari bahwa akhir-akhir
ini dia juga sering menggunakan tutup
kepala saat ku tanya dia bilangnya
untuk gaya aja biar fashionable.
Pada hari terakhir aku ujian aku tidak
melihat Rendy aku cari dia di kelas, di
kantin tapi tak juga ketemu. Hingga
terdengar pengumuman yang seketika
membuat kakiku lemas dan tak mampu
menopang badanku, “Telah meninggal
teman kita tercinta Rendy Kusuma
pada malam hari pukul 20:00, untuk itu
kita saya harapkan kita semua
mendoakan teman sekaligus saudara
kita yang sudah tenang di alamnya.”
Aku yang mendengar pengumuman
tersebut hanya mampu menangis.
Namun aku tak mau ada orang yang
tahu aku menangis, ku paksa kaki yang
sudah lemah ini berjalan ke dalam
kamar mandi dengan langkah
sempoyongan karena masih syok
dengan apa yang terjadi.
Di dalam toilet aku menumpahkan
semua air mata yang aku bendung
sejak tadi, tak terasa aku sudah
hampir satu jam menangis di dalam
toilet namu tak kunjung mereda juga
perasaan sedih kecewa yang masuk ke
dalam hati ini. Setelah menunggu
untuk tangisku mereda aku langsung
melesat ke rumah Rendy sesaat
setelah aku bertanya kepada guru yang
tahu di mana rumah Rendy, karena
walaupun kami dekat dia melarangku
untuk tahu rumahnya. Berkali-kali aku
pernah membuntutinya pulang karena
penasaran, yang terjadi malah dia
jalan-jalan tidak tentu arah kemudian
selalu dapat menebak keberadaanku
yang ada di belakangnya, dan hal itu
selalu berakhir dengan aku ketahuan
olehnya. Setelah sampai di rumahnya
aku sudah tidak dapat melihatnya
untuk yang terakhir kalinya, karena dia
sudah dikuburkan tadi pagi sewaktu
aku ujian, aku pun bertanya kepada
orang rumah Rendy di mana letak
makamnya. Sebelum aku pergi ke
makam Rendy aku dipanggil oleh
seorang perempuan yang kira-kira 5
atau 6 tahun lebih tua dariku.
“Dek apa kamu tahu teman Rendy
yang namanya Bila?” tanyanya sopan.
“Saya sendiri Kak, ada apa Kak?”
Tanyaku penasaran.
“Ini ada titipan kotak dari Rendy saat
dia masih sadar,” katanya seraya
memberikanku kotak tersebut yang
tidak tahu apa isinya. Setelah
menerima kotak tersebut aku
berpamitan kepada keluarga Rendy
daan pergi ke makamnya.
Setelah tiba di makam Rendy aku
langsung terduduk di samping
makamnya karena tiba-tiba kaki yang
menopang tubuh ini mendadak lemas
seketika. Di sini aku menumpahkan
segala keluh kesah dan minta maaf
karena aku tidak tahu kondisinya
sampai saat dia pergi dari dunia ini
untuk selama-lamanya setelah puas
aku mengeluarkan apa yang ada di
dalam benakku, aku teringat dengan
kotak yang diberikan oleh kakaknya
Rendy tadi. Setelah ku buka kotak
tersebut berisi sebuah liontin dan
surat.
Aku membuka surat dan membacanya
dengan deraian air mata yang terus
mengalir membasahi pipi ini betapa
senangnya aku dicintai seseorang
sampai di akhir hidupnya. Aku terharu
seakan tidak menyadari tubuhku ini
sudah basah oleh guyuran air hujan
seolah dapat mengerti kesedihanku
langit ikut menumpahkan air matanya
yang menyamarkan air mataku.
Setelah membaca suratnya dalam
guyuran hujan ku buka liontinnya dan
benar saja sesuai dengan isi surat
yang ia tuliskan di dalam liontin
tersebut terdapat fotoku dan fotonya.
Waktu terus berjalan, namun aku tak
akan pernah lupa dengan orang yang
mencintaiku seumur hidupnya. Aku
selalu datang ke makamnya untuk
sekedar bercerita atau melepas
kerinduanku kepadanya. Di situ aku
selalu mengeluarkan keluh kesah
selama aku menjalani kehidupan ini
tanpanya. Aku berterima kasih kepada
Tuhan pada kejadian yang lalu ketika
aku menabraknya di halte dan jatuh
saat turun dari bus karena dari
kejadian itu aku dapat mengenalnya
dan dapat mencintai orang hingga
akhir hayatnya, walaupun dia belum
tahu langsung dari mulutku tetapi ku
rasa dia sudah tahu apa yang ku
rasakan padanya sama dari dulu
hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar